Tuesday, January 13, 2009



ANAK ANAK BOROBUDUR



Pemain : Christine Hakim, Djenar Maesa Ayu, Nungki Kusumastuti, Andadiri Tanpalang, Alexandra T. Gottardo, Butet Kertaradjasa,
Sutradara : Arswendo Atmowiloto
Produser : -
Distributor : -
Penulis : Arswendo Atmowiloto


Di sebuah desa yang dikelilingi tujuh gunung di sekitar Candi Borobudur, sebagian penduduk mencari nafkah dengan menggali bebatuan untuk diukir menjadi patung, sebagian menggali pasir dari perut bumi. Demikian juga Amat (Adadiri Tanpalang), bocahkelas lima, yang kadang membantu ayahnya, Pak Amat (Adi Kurdi) yang bisu. Suasana yang damai, ceria, berubah ketika Amat mengembalikan piala kemenangan lomba membuat patung batu. Alasan Amat, patung itu diselesaikan ayahnya dan diserahkan oleh Siti (Acintyaswasti Widianing). Ia merasa tidak berhak menerima. Penolakan ini mencerai-beraikan ikatan kebersamaan dan kerukunan yang selama ini ada.

Akibatnya Amat dilarang masuk sekolah, dan ayahnya diberhentikan. Amat tak bisa mendapat nasihat dari ayahnya yang bisu. Juga tak bisa dari Yoan (Lani Regina), teman baru yang berbau Jakarta, cucu Eyang Putri (Nungki Kusumastuti) yang pandai menari. Bahkan dari Mbak Mi (Djenar Maesa Ayu) perempuan pengasong yang membesarkan anaknya yang lumpuh layu. Semua memusuhi, atau menjauhi, kecuali hantu sawah. Pada hantu sawahlah, ia mengadu. Sampai akhirnya seorang pengamat seni, Doni (Butet Kartaredjasa) menuliskan bahwa patung itu karya Amat dan hukuman pengasingan bagi Amat tidak mendidik. Doni adalah
pacar ibu guru Ayu (Alexandra T.Gottardo).

Perubahan terjadi ketika Gubernur Jawa Tengah, Ibu Suryani (Christine Hakim) datang dan memberikan hadiah secara langsung. “Hadiah untuk keberanian, untuk kejujuran.” Akankah Amat menolak untuk kedua kalinya? Siapa sesungguhnya yang lebih berani dan lebih jujur menghadapi kehidupan ini: Mbak Mi yang mengasuh anak yang tak mungkin sembuh, Siti yang patuh, atau Yoan dan Eyang Putri yang berlabuh di dunia masa sekarang ini?

film dokumenter

Film Dokumenter Tayangkan Trauma Mantan Prajurit Israel Siksa Warga Palestina

pic499.jpgMinggu ini, sebuah stasiun televisi di Israel akan menayangkan sebuah film dokumenter yang menampilkan cerita tentang trauma enam mantan prajurit perempuan Israel karena menyaksikan atau terlibat dalam penyiksaan-penyiksaan yang dilakukan militer Israel terhadap rakyat Palestina. Dalam film tersebut, salah seorang mantan prajurit sengaja berfoto-foto sambil menggosok-gosok mayat seorang warga Palestina. Prajurit lainnya, menelanjangi seorang laki-laki Palestina kemudian memukuli laki-laki itu. Seorang prajurit lagi menolong rekan-rekannya yang sedang menyiksa seorang remaja Palestina.

Film berjudul “To See If I’m Smiling” sengaja memberikan kesempatan bagi enam perempuan mantan prajurit Israel itu untuk mengungkapkan kenangan-kenangan yang tak kan pernah hilang, saat menjalankan kewajibannya sebagai prajurit militer.

Setelah bertahun-tahun mengubur pengalaman masa lalu yang buruk, mereka akhirnya mau bicara dalam film yang membeberkan sisi gelap selama 40 tahun Israel menjajah bangsa Palestina. Para mantan prajurit itu juga mengungkapkan apa dampak dari perlakukan buruk Israel itu dari generasi ke generasi, baik baik laki-laki maupun perempuan.

“Sangat mudah untuk menyelesaikan tugas kemiliteran dan mencoba untuk tidak memikirkannya lagi. Tapi perempuan-perempuan ini menceritakan pengalaman pribadi mereka-yang tidak selalu indah-untuk menunjukkan pada semua orang apa yang sedang terjadi, ” kata Tamar Yarom, sutrada film “To See If I’m Smiling.”

Semua mantan prajurit kecuali satu orang, yang tampil dalam film tersebut, terpaksa bertugas sebagai tentara karena aturan wajib militer yang berlaku di Israel. Mereka bertugas pada saat meletusnya gerakan Intifadah tahun 2000. Mereka menceritakan bagaimana mereka harus menyesuaikan diri dengan situasi kemiliteran yang keras.

Seorang perempuan yang bertugas sebagai paramedis mengungkapkan, dia bertugas menggosok mayat-mayat warga Palestina untuk menyembunyikan bekas-bekas penyiksaan tentara Israel. “Saya pikir saya akan bisa melupakan semua itu, tapi tidak bisa, ” tuturnya sambil mengusap air matanya.

Lewat film ini, sang sutradara, Tamar Yarom berharap Israel-negara di mana militer menjadi inti identitas nasionalnya-mau melakukan pencarian jati diri dan mendorong prajurit-prajurit Israel lainnya yang mengalami trauma untuk berani bicara tentang tindak kekerasan yang mereka lakukan atau pernah mereka saksikan.

“Negara ini sedang dalam kondisi koma. Dengan semua serangan dan bom, kita mati rasa, ” kata Yarom.

“Orang-orang berpikir bahwa kita sedang perang untuk bertahan hidup, dan akan lebih baik jika tidak mengkritik para prajurit karena merekalah yang melindungi kita, ” sambungnya.

Yarom berharap filmnya akan memicu daya kritis baik dari kelompok kiri-yang selama ini bersimpati pada para prajurit Israel, maupun kelompok kanan-kelompok yang kerap mengecap militer Israel.

Menurut Yarom, pengalaman pribadinya lah yang mendorongnya membuat film, yang diperkirakan akan menjadi kontroversi itu. Yarom pernah bertugas sebagai prajurit cadangan saat pecah pertikaian Israel-Palestina tahun 1980-an. Dia melihat seorang warga Palestina yang menjadi korban penyiksaan militer Israel, tapi ia tidak bisa berbuat sesuatu. Selama hampir dua dekade Yarom masih tidak mampu menghapus kenangan buruk itu. Ia masih ingat dengan jelas wajah korban yang berlumuran darah, dengan leher terkulai.

“Gambar seperti ini akan melekat pada diri Anda selamanya. Selama masa tugas saya, saya melepaskan diri sendiri dari bayangan itu. Dan ketika Anda teringat lagi, rasanya sangat sakit, ” tukas Yarom.

twilight

hmhmhmhm
















lutu...










Kritik Sosial Dalam Festival Film Pendek



Pepok dan Sugeng adalah pelatih seni tari. Suatu ketika Sugeng merasa bosan dengan profesi yang dijalaninya sampai datanglah Bimo seorang anak penari breakdance (breaker) yang kebetulan teman satu kampung dengan mereka. Ia mengajak Sugeng untuk bergabung dalam komunitasbreak dance. Disaat Pepok diminta menunjukkan kebolehannya menari break dance, Pepok malah dengan percaya diri menarikan tarian Klono Topeng. Ternyata hal tersebut membuat teman-teman Sugeng tertarik sehingga pada akhirnya beberapa anak breaker ikut latihan menari Klono Topeng. Demikianlah salah satu cerita film pendek “Klono Topeng” karya sutradara Dicko Joneda pemenang favorit ajang Psychocinema Festival yang digelar oleh himpunan mahasiswa psikologi Unika Atmajaya.

Kritik terhadap budaya seni tradisi yang tersingkir oleh modernisasi (baca: budaya barat) namun tetap kukuh dipertahankan nampaknya menjadi salah satu faktor film karya Dicko peserta asal Yogyakarta ini menjadi pemenang. Acara yang sudah memasuki tahun ke-3 ini menetapkan tiga pemenang untuk kategori film pendek yang diikutsertakan dalam festival ini. Film lainnya yang menjadi pemenang adalah “Pacarku Lina” (sutradara Louis Oktavianus Sutanto) dan “Papa Hau” (sutradara Yandy Laurens) yang dibintangi oleh pemeran “Ca Bau Kan” Ferry Salim dan Wulan Guritno. Adapun kedua film tersebut berasal dari Jakarta.

“Kami sengaja tidak menetapkan tiga pemenang dalam festival ini. Jadi tidak ada pemenang pertama sampai ketiga. Yang ada dari sepuluh film yang diikutsertakan adalah tiga film pemenang favorit,” ucap budayawan Remy Sylado, salah seorang juri Psychocinema Festival.

Remy yang juga pernah menjadi juri Festival Film Indonesia ini tidak sendirian. Dalam ajang Psychocinema Festival ini ia ditemani sineas Nan T. Achnas dan Eric Santosa, dosen psikologi Atmajaya. Selain menetapkan tiga pememang yang masing-masing berhak menggondol hadiah piala dan uang senilai Rp.1.150.000 ini, para juri juga menetapkan aktor dan aktris terbaik. Mereka adalah Andi dalam film “Klono Topeng” dan Lina dari film “Pacarku Lina”. Sementara untuk kategori sutradara terbaik diraih oleh sineas asal Yogyakarta, Ismail Basbeth (film “Hide and Sleep”).

“Yang menarik dalam ketiga film yang menjadi pemenang tersebut adalah kekuatan masing-masing sineas mengeksplor pelbagai kritik sosial dalam film-filmnya,” ujar Eric Santosa, salah satu juri.

Sebutlah misalnya “Pacarku Lina” yang mengisahkan hubungan kisah kasih asmara Lina seorang gadis keturunan China dengan pemuda Jawa. Masing-masing kedua orangtua mereka melarang hubungan tersebut lantaran perbedaan etnis.

Sedangkan film “Papa Hau” yang kebetulan diperankan aktor –akltris kategori “bintang” yaitu Ferry Salim dan Wulan Guritno ini mengisahkan seorang ayah (pria keturunan Tionghoa) yang berkulit putih hidup berdua dengan “anaknya” yang masih kecil dan berkulit gelap. Pada suatu hari secara tidak sengaja sang anak yang merupakan buah dari hasil permerkosaan istrinya pada kerusuhan Mei 1998 itu, menyadari bahwa ia berbeda dengan ayahnya. Ia lalu mengungkapkan emosinya pada ayahnya karena tidak menerima kenyataan tersebut. Ketabahan dan ketulusan kasih sang ayah menjadi jawaban atas perbedaan mereka.

Selain ketiga film pemenang yang diputar dalam acara puncak Psychocinema Festival, diputar film lain berjudul “Sunatan Massal” karya sutradara asal Yogyakarta, Luhki Herwanayogi dan tentu saja “Hide and Sleep” yang meraih penghargaan sutradara terbaik. “Sunatan Massal” mengisahkan seorang bocah dari keluarga beragama Katolik yang mengikuti hajatan “sunatan massal” yang digelar di dekat sekolahnya.

Sedangkan film “Hide and Sleep” mengisahkan Ramlan, seorang pemuda di sebuah kamar kos kebingungan ketika bangun dari tidurnya mendapati beberapa wanita berada dalam kamarnya. Dalam ingatannya dia tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi semalam karena semua terlihat aneh dan janggal. Meskipun bukan salah satu pemenang, film yang kaya dengan gambar bernuasa metafora ini menyabet penghargaan sutradara terbaik menyisihkan sepuluh film lainnya yang diikutsertakan dalam ajang yang digelar tiap tahun oleh mahasiswa psikologi Unika Atmajaya ini.

Selain pemutaran film yang menjadi pemenang acara puncak yang digelar di Pusat Perfilman H. Usmar Ismail (PPHUI) ini juga diramaikan dengan pemutaran film dan diskusi “The Photograph” oleh Niniek. L. Karim (8/11) dan kemudian ditutup dengan penampilan grup musik Efek Rumah kaca yang membawakan lagu-lagu dari album pertama hingga album keduanya yang bakal dirilis bulan September 2009.

Saturday, January 10, 2009

??????????????




CinTA.. kAU AdaLAH beLAHAn HatIIii KUuuuu
yaNG teLAh HilaNG....
daLAM JIwa YAnggGG TerKADAng SunYii..
DirIMuuU adaLAH CinTA yaNG TERindaHhh DalaM HiDUpkUuu..
WalAU jiWA kINI BERtemaN kESUNYian..
KIni hanYA adA RAasa RIndu...
daLAM HAti UNtuk MENanti...

The Beach



Beautyful

zoDIak

ZodIaK cANceR..





Jangan suka berpura-pura mengagumu dan memuji seseorag kalau sebenarnya di belakang dia kamu membicarakan hal negatif tentangnya. Itu sama juga kamu ular bermuka dua. Kalau emang ngga suka, jangan menutupi dengan cara berbalik seperti itu donk.. Lebih baik saat di depannya bersikap biasa aja.

Kesehatan: Sedikit batuk.
Keuangan: Jangan menghambur-hamburkan kalau pas ada rejeki.
Asmara: Terasa manis kalau bersamanya.
Kepribadian: Cobalah untuk memperluas wawasan ngga hanya melakukan kegiatan yang itu-itu saja.