Thursday, November 18, 2010

Kebudayaan Keroncong Saras Wati di ISI Yogyakarta


Laporan Entografi
Kebudayaan Keroncong Saras Wati di ISI Yogyakarta

Dosen Pengampu:
Agnes Widyasmoro, S.Sn., M.A
Dra. Siti Maemunah, M.Si






Disusun oleh:
Ari Lestari Sinaga
0810338032

  PROGRAM S1 TELEVISI
  FAKULTAS SENI MEDIA REKAM
  INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKART

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan ini. Karena kebudayaan mempunyai nilai, simbol, norma, dan pandangan hidup umumnya yang dimiliki bersama oleh masyarakat. Budaya artinya melihat realitas sosial menurut prespektif budaya. Salah satu kebudayaan Indonesia yang saat ini mulai berkurang adalah musik keroncong, karena kurangnya minat dan partisipasi dari generasi anak muda. Padahal bila dikaji lebih dalam musik keroncong mempunyai ketertarikan tersendiri dalam musiknya.
Musik keroncong merupakan musik Indonesia dalam kepribadiaanya yang utuh. Walaupun dalam sejarahnya berasal dari barat yaitu musik rakyat Portugis pada abad XVII, namun dalam perjalnan sejarahnya telah diolah sedemikian rupa oleh para seniman Indonesia sehingga tidak lagi menjadi milik budaya asalnya, tetapi telah menemukan konteksnya yang baru dalam alam lingkungan budaya Indonesia.
Dengan selesainya laporan antropologi tentang kebudayaan keroncong di Institute Seni Indonesia Yogyakarta ini, penyusun mengucapkan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1.      Julian Meru Mostodom, selaku personil Keroncong Saras Wati dan mahasiswa Institut Seni Indonesia Yogyakarta, jurusan Etnomusikologi.
2.      Osvia Mahardi, selaku Personil Keroncong Saras Wati dan mahasiswa Institut Seni Indonesia Yogyakarta, jurusan Etnomusikologi.
3.      Mbak Agnes Widyasmoro, S.Sn., M.A, selaku dosen mata kuliah Antropologi
4.      Ibu Dra. Siti Maemunah, M.Si, selaku dosen mata kuliah Antropologi
5.      Semua yang terlibat yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itulah kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.

Yogyakarta,                       2010


                    Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mengenai istilah ‘keroncong’ itu sendiri beberapa musikolog mempunyai pendapat yang berbeda mengenai asal-usul istilah keroncong. Penulis dan beberapa peneliti sepaham bahwa kata keroncong berasal dari bunyi instrumen ukulele yang dimainkan secara rasguardo, atau di’slah’ yang menghasilkan bunyi ‘crong’, kemudian kata tersebut berkembang menjadi keroncong.
Musik keroncong ternyata merupakan salah satu cabang seni musik yang banyak digemari, terutama oleh orang-orang tua dan jarang sekali para remaja. Keadaan ini disebabkan oleh kurangnya minat para remaja untuk menyenangi apalagi mempelajari musik keronjong, karena memang irama keroncong yang menjadi ciri khas dari musik tersebut sangat lamban dan malas. Hal inilah yang menyebabkan penyusun ingin mengetahui dan memahami semuanya tentang musik keroncong.
Musik Keroncong sebenarnya berasal dari Portugis yang diadaptasi oleh bangsa Indonesia. Menurut para ahli, asal nama “Keroncong” agak kurang begitu jelas. Ada yang berpendapat bahwa nama “Keroncong” berasal dari terjemahan bunyi alat musik semacam gitar kecil dari Polynesia (ukulele) yang berarti lima. Dikemudian hari alat keroncong ini dapat diciptakan sendiri oleh orang-orang keturunan Portugis yang berdiam dikampung Tugu, dan hanya bertali empat. Dan musik yang diperoleh dari orkes dengan iringan keroncong inilah yang dinamakan orang “Musik Keroncong”.
Sejarah keroncong masuk ke indonesia pada tahun 1512, tepatnya ketika armada Portugis mendarat di kawasan nusantara dibawah pimpinan Alfonso d'alburqueque. Rombongan itu menuju daerah maluku tujuanya untuk mencari rempah-rempah. Alat musik yang populer di kalangan anak buah kapal (ABK) portugis itu adalah ukulele (Cuk). Bunyi alat serta lagu yang dimainkan itu terasa asing bagi orang pribumi, sebab mereka terbiasa mendengar lagu-lagu pentatonik, sedangkan yang dibawa para pelaut portugis adalah lagu diatonik. Masyarakat setempat mencoba untuk memainkannya sambil menyanyikan lagu-lagu sendiri. Namun cengkok dan gaya musik tradisional yang telah mendarah daging tetap terucap dalam setiap penyajiannya, sehingga alat musik ukelelel yang berlaku sebagai "kencrungan" harus menyesuaikan diri.
Musik keroncong memilki liku – liku sejarah panjang, konon dimulai pada abad ke-16 kesenian Moor (spanyol) dibawa oleh orang Portugis ke nusantara, pada saat itu perbudakan merupakan hal yang biasa saja seperti halnya yang terjadi di benua Amerika kita kenal dengan Bangsa kulit hitam Afrika (Negro). Dalam hal ini, perbudakan yang dilakukan oleh bangsa Portugis lebih dikenal dengan sebutan Indo Portugis atau “Portugis Hitam”, orang – orang hitam ini merupakan kaum (golongan) tersendiri yang disebut juga dengan “kaum Merdeques” kemudian lama – kelamaan berubah istilah menjadi Mardykers. Istilah ini diambil dari bahasa Sansekerta Mahardhika mereka merupakan penduduk Kristen, berkebudayaan asing bercampur dengan kebudayaan keturunan Africa India, beragama Kristen, berpakaian eropa, dengan bahasa pemersatu bahasa portugis dan membentuk musik portugis. Liku – liku sejarah tersebut dapat kita lihat dikampung Tugu konon sebagai titik awal perkembangan musik keroncong.
Masuknya Portugis bersamaan dengan masuknya agama islam ke Indonesia. Tidak heran apabila keakraban Rebana & Mandolin termasuk formasi kencrungan yang bertahan hingga abad ke-19. pada tahun 1930 harmonika merupakan alat musik melodi yang populer di Indonesia sebelum menggunakan biola & Flute (seruling). Keruncungan atau ukulele akhirnya dikenal sebagai keroncong di Maluku dengan lagu bergaya Hawai. Keroncong ini akhirnya memasukkan alat musik hawaian guitar.
Istilah ini terdiri dari dua kata orkes dan keroncong. Arti kata orkes pada konteks ini adalah sebuah kelompok musik. Maka orkes keroncong berarti sebuah kelompok musik keroncong, seperti misalnya: Orkes Keroncong Bintang Jakarta (pimp. Alm. Budiman BJ), Orkes Bintang Surakarta (pimp. Waldjinah) atau Orkes Keroncong SMP Santa Maria Surabaya (pimp. Sr. Windhy). Pengertian istilah ‘orkes keroncong’ yang lebih spesifik adalah sebuah group musik yang mempunyai beberapa spesifikasi, yaitu: gaya pembawaan (vocal, biola, flute), instrumentasi, pola irama dari rhytem section atu seksi ritme (cak,cuk, cello, gitar, bass), format jenis lagu yaitu keroncong asli, langgam keroncong, stambul dan lagu ekstra.
Diantara berbagai musik di Indonesia, musik keroncong merupakan salah satu jenis musik yang digemari, terutama dikalangan orang-orang tua pada masa sekarang. Seorang Etnomusikolog bangsa Eropa pernah menulis dalam bukunya, bahwa dia heran mengapa sejarah musik keroncong tidak ditemukan dibuku-buku yang memuat bukti-bukti hasil penyelidikan para musikolog. Dan menurutnya karena para musikolog itu menganggap musik keroncong sebagai musik yang tidak asli dari bangsa Indonesia, melainkan musik hasil pencampuran antara musik Eropa, Melayu dan Polynesia (W. Lumban Tobing e.m, 1950-1953).
 Alasan memilih topik ini adalah karena saat ini kurangnya minat para remaja untuk megembangkan atau membudidayakan musik-musik tradisional karena terkesan jadul, kurang tren dan tidak digemari. Saat ini sudah banyak anak-anak muda yang meninggalkan musik-musik tradisional yang lambat laun akan menghilang. Kurangnya kesadaran dan kurangnya minat yang menyebabkan musik-musik tradisional seperti keroncong lambat laun akan tenggelam.
















BAB II
PEMBAHASAN
Musik keroncong saat ini memang sudah hampir tak pernah terdengar, apalagi dikalangan anak muda khusunya. Institute seni indonesia Yogyakarta merupakan salah satu perguruan tinggi yang memberikan pengajaran mata kuliah tentang musik keroncong khususnya dijurusan etnomusikologi, oleh sebab itu penulis tergugah untuk mengetahui tentang adanya group keroncong yang terdapat disana, namanya group keroncong Saras Wati yang berdiri awal Mei 2009. Sekarang ini tidak banyak anak-anak muda yang menyukai musik keroncong, biasanya mereka menyukai musik-musik pop, jazz, blues, rock dan rege. Ternyata masih ada sekelompok anak muda yang mencintai budayanya dan menciptkan group keroncong. Berawal dari kecintaan terhadap musik tradisional inilah akhirnya yang membuat mereka membentuk sebuah group keroncong.
Instrumen yang dipergunakan dalam musik keroncong ini diteknkan pada alat-alat musik berdawai yang aslinya dari Eropa, yaitu sepasang keroncong, satu sampai tiga buah gitar satu cello dan sebuah mandolin. Lebih lanjut dipadukan dengan satu atau dua buah biola, sebuah seruling, dan alat-alat perkusi kecil seperti trianggel dan tambourin. Dlam personil Keroncong Saras Wati terdapat sembilan orang personil, vokalis dua orang Dewi dan Osvia, cuke Julian, cak Ivan, celo Kiki, contra bass Ipul, Biola pada Zul, dan Septi pada Flute.  Kecintaan dan ketertarikanlah yang akhirnya membuat terbentuknya kelompok Keroncong Saras Wati ini, ditambah lagi dengan adanya mata kuliah keroncong menambah minat para personil untuk membuat sebuah group keroncong.
Musik keroncong di Indonesia masih belum populer seperti dangdut sebenarnya musik keroncong itu sendiri hampir mirip dengan dangdut karena sama-sama musik Indonesia, cuma para pelaku keroncong sendiri kurang berani memperkenalkan  atau melakukan gebrakan yang bisa mempengaruhi masyarakat. Keroncong adalah identitas bangsa indonesia kalau kalau kita bangga dan berani menjunjung budaya sendiri nggak ada yang ditakutin, justru malah yang dikatan pahlawan yang bergerak didunia seni itu justru orang-orang yang berani mempertahankan identitas bangsanya.
Musik keroncong di Indonesia masih belum populer seperti dangdut sebenarnya musik keroncong itu sendiri hampir mirip dengan dangdut karena sama-sama musik Indonesia, Cuma para pelaku keroncong sendiri kurang berani memperkenalkan  atau melakukan gebrakan yang bisa mempengaruhi masyarakat. Keroncong itu sendiri punya irama, irama yang khas jadi waktu dia digabungin dengan instrumen apapun dia tetap khas dengan irama keroncong tetap keroncong. Sekarang sudah banyak grup-grup keroncong baru seperti sinten kremen menarik karena sudah memasukkan unsur-unsur jazz, unsur rock, unsur hiphop.
Musik keroncong lahir dan bertahan hidup selama lebih dari tiga abad di Kampung Tugu. Penampilan Keroncong Tugu sebagai musik perkotaan di Pasar Gambir, Batavia kemudian diimitasi oleh komunitas Banda di Kampung Bandan, komunitas Indo-Belanda di Kemayoran, komunitas tentara Belanda di barak Weltevreden, selain menyebar ke Surabaya melalui jalur pelabuhan yang menjadikan kedua kota besar itu sebagai sentra keroncong yang pertama di Jawa, bahkan Surabaya menjadi kota kelahiran lagu-lagu Stambul dari pertunjukan sandiwara komedi bangsawan yang diproduksi oleh Mahieu.
Musik keroncong adalah salah satu asset seni budaya nasional yang memiliki nilai tinggi sebagai cermin perkembangan musik di Indonesia. Musik keroncong bias dikatakan sebagai musik sederhana, sopan, dan memiliki nilai filosofi tinggi (terutama dari segi syair dan perkembangannya).
Memang musik keroncong hanya ada di Indonesia, sehingga tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa "keroncong" sebagai jati diri musik Indonesia, seperti halnya fado sebagai musik Portugis, "blues" sebagai musik kulit hitam Amerika, "tango" sebagai musik Argentina, "flamenco" sebagai musik Spanyol, atau "samba" sebagai musik Brazil yang tidak sekedar dinyanyikan melainkan juga dirasakan secara mendalam.
Dalam pandangan relativisme budaya yang muncul dikalangan para ahli antropologi tidak dapat dinilai dengan ukuran tinggi rendah, nilai satu-satunya “ukuran” yang dapat diterapkan adalah berdasarkan besar kecilnya masayarakat yang mendukung kebudayaan (Richard, L. Anderson, 1989 :45).
Hampir semua orang mempunyai anggapan bahwa, semua lagu yang dimainkan dalam instrument dan gaya musik keroncong baik itu pop, rock, jazz maupun klasik masuk kedalam kategori musik keroncong, padahal tidak demikian halnya, banyak perbedaan estetik yang terkandung didalamnya setiap jenis musik. Dalam musik keroncong terdapat beragam jenisnya, masing-masing jenis tersebut memiliki nilai estetik sendiri, ada aturan dan pakem-pakem tertentu atau yang disebut dengan gendre. Jenis-jenis musik keroncong yaitu sebagai berikut :
1. Keroncong asli
·         Jumlah birama :28 birama
·         Sukat atau tempo 4/4
·         Bentuk kalimat, A-B-C dinyanyikan 2 kali
·         Selalu ada poorspeel yaitu bagian pembukaan sebelum ke intro dalam musik klasik barat    disebut preleudium, bagian ini merupakan improvisasi akord Tk I dan Tk II dimainkan oleh instrument biola atau flute. Kemudian intro dan coda yang diakhiri akord I dan ditutup dengan kadens lengkap disebut juga istilah overgang atau lintas akord, yaitu :I – IV-V –I sedang untuk coda juga berupa kadens lengkap.
·         Pada tengah lagu ada interlude, disebut juga dengan istilah senggahan middle spell, yaitu pada birama kesembilan dan kesepuluh
·         Mengenai bentuk kalimat pada jenis keroncong asli sering disebut dengan:
ü bagian permulaan merupakan kalimat A
ü Bagian Refrain (tengah) kalimat B
ü Bagian senggahan (akhir) kalimat C

2. Langgam
·         Jumlah birama : 32 birama
·         Sukat atau tempo 4/4 walau ada yang 3/4
·         Bentuk kalimat : A-A-B-A
·         Lagu biasanya dibawakan dua kali, ulangan kedua bagian kalimat A-A. dibawakan secara instrumental, vocal baru masuk pada bagian kalimat B dan dilanjutkan A.
·         Intro diambil empat birama terakhir dari lagu langgam tersebut, sedangkan coda berupa kadens lengkap.

3. Stambul
Masa stambul (1880-1920)
Pada waktu itu lagu Stambul berirama cepat (sekitar meter 120 untuk satu ketuk seperempat nada), di mana Gesang menyebut sebagai Keroncong Cepat, dan berbaur dengan Tanjidor yang asli Betawi. Pada masa ini dikenal para musisi Indo, dan pemain biola legendaris adalah M. Sagi (perhatikan rekaman Idris Sardi main biola lagu Stambul II Jali-jali berdasarkan aransemen dari M. Sagi). Seperti diketahui bahwa panjang lagu stambul adalah 16 birama, yang terdiri atas:
Stambul I: Lagu ini misalnya Terang Bulan, Potong Padi, Nina Bobo, Sarinande, O Ina Ni Keke, Bolelebo, dll. dengan struktur bentuk A - B - A - B atau A - B - C - D (16 birama):
     - Jumlah birama : 16 birama
     - Sukat atau tempo 4/4
     - Bentuk kalimat A-B
     - Intro merupakan improvisasi dengan peralihan akord tonika ke akord subdominant
     - Sering berbentuk musik dan vocal saling bersahutan
  • |I , , , |, , , , |, , , , |V7, , , |
  • |, , , , |, , , , |, , , , |I , , , |
  • |I7, , , |IV, , , |, , V7, |I , , , |
  • |, , , , |V7, , , |, , , , |I , , , ||
Stambul II: Lagu ini misalnya Si Jampang, Jali-Jali, di mana masuk pada Akord IV sebagai ciri Stambul II dengan struktur A - B - A - C (16 birama):
     - jumlah birama : dua kali 16 birama
     - sukat atau tempo 4/4
     - bentuk kalimat : A-B
     - Intro merupakan improvisasi dengan peralihan dari akord tonika ke akord subdominant, sering berupa vocal yang dinyanyilan secara recitative, dengan peralihan dari akord I ke akord ii tampa iringan.

  • |I . . . |. . . . |. . . . |IV, , , | (tanda . artinya tacet)
  • |, , , , |, , , , |, , V7, |I , , , |
  • |, , , , |, , , , |, , , , |V7, , , |
  • |, , , , |, , , , |, , , , |I , , , ||
Stambul III: Lagu ini misalnya Kemayoran, di mana mirip dengan Keroncong Asli sehingga sering salah diucapkan dengan Kr. Kemayoran, yang seharusnya Stambul III Kemayoran, dengan struktur Prelude - A - B - Interlude - C - D (16 birama):
  • |I , , , |, , , , | Prelude 2 birama
  • |, , , , |, , , , |
  • |II#, , ,|V7, , , | Modulasi 2 birama
  • |, , , , |IV, , , | Interlude 2 birama
  • |, , V7, |I , , , |
  • |, , , , |V7, , , |
  • |, , , , |I , , , ||
Dari periode stambul ini lahir pula di Makassar bentuk keroncong khas yang dikenal sebagai losquin.
4. Keroncong ekstra
   a. Bentuk penyimpang atau bentuk lain dari jenis keroncong diatas
   b. Bersifat merayu, riang gembira dan jenaka
   c. Merupakan musik lain yang kemudian dibawakan dalam instrument dan gaya keroncong
   d. Salah satunya dipengaruhi oleh bentuk lagu – lagu tradisional

 Instrumen dalam musik keroncong
Sejarah musik keroncong tidak lepas dari sebuah kampung kecil di pesisir pantai Jakarta yang bernama Kampung Tugu, sebagian besar penduduk Kampung Tugu ini keturunan bangsa portugis. Selama hampir tiga setengah abad orang keturunan portugis ini banyak bercampur dengan suku bangsa lainnya dan penduduk pribumi seperti orang Belanda, Tionghoa, Ambon, Manado, Jawa dan Sunda. Keturunan ini disebut dengan orang mestizo mereka hidup seperti dalam sistem nenek moyang mereka di Portugis.
Di kampung Tugu inilah akar dari pembuatan alat musik keroncong dan istilah keroncong di Indonesia. Keroncong sebagai salah satu jenis kesenian musik tradisional yang tubuh dan berkembang di daerah Tugu pada tahun 1661 seperti yang dikenal sebagai “keroncong asli”. Karena musik ini diperkenalkan oleh orang – orang keturunan Portugis, meskipun dengan sendirinya jenis irama musiknya banyak dipengaruhi oleh unsur kesenian bangasa Portugis. Bahkan pada saat itu orang – orang Belanda berupaya memperbaharuinya supaya mengikuti kebudayaan Belanda, namun orang Tugu tetap mempertahankan kesenian Keroncong yang dianggap waisan nenek moyang mereka tetap di pertahankan dan dilestarikan sebagai oengikat identitas. Oleh karenanya musik ini bagi masyarakat tugu memiliki arti dan nilai lebih selain hanya sebuah bentuk kesenian hiburan saja.
Lagu keroncong pertama di Indonesia adalah Keroncong Moresko. Moresko berasal dari sebuah nama tarian Portugis yang bernama moresca dan diasosiasikan sebagai musik keroncong moresco serta umunya dianggap sebagai contoh standar dari musik keroncong yang sesungguhnya adalah Jacobus Quiko, salah seorang keturunann portugis di kampung Tugu menyebutkan Morisku atau moresca berasal dari bangsa Moor (Moro)
Istrumen musik keroncong terus berkembang, pada mulanya hanya berupa gitar, yaitu : Gitar Froung yang berukuran besar dengan jumlah dawai 4, Gitar monica berukuran sedang dengan dawai 3 dan gitar Jitera berukuran kecil dengan dawai 5. kemudian didalam perkembangannya alat musik keroncong mengalami penambahan instrument, yaitu : Flute, Biola, Gendang Rebana, Mandolin, Cello petikan dan Treangle, dengan sendirinya pemainpun bertambah begitu pula dengan lagu – lagunya. Tidak saja berkembang dibidang instrument saja akan tetapi pengembangan secara kompositorispun terjadi kemudian muncul jenis stambul dan Melayu.
Pada awal abad XX munculah kelompok musik keroncong bernama Lief De Java atau Oud Batavia kelompok yang disponsori oleh orang – orang Belanda dengan pemainnya campuran, mereka berupaya memoderenisasi musik keroncong dengan irama musik Jazz. Instrumen pun kemudian ditambah dengan gitar melodi, okulele (Cuk) dan contrabass. Kelompok keroncong Oud Batavia ini kemudian berkembang menjadi orkes keroncong asli Jakarta. Dari Jakarta timur tepatnya kempung Tugu, orkes Keroncong kemudian menyebar keseluruhan Indonesia terutama di pulau Jawa dan kemudian beradaptasi dengan langgam Jawa kemudian disebut irama keroncong Langgam Jawa, dan kemudian sangat terkenal pada masa revolusi tahun 1945-1950.
Bentuk adaptasi musik keroncong terhadap tradisi musik gamelan dikenal sebagai langgam jawa, berbeda dari langgam yang dimaksud ini. Langgam Jawa yang pertama adalah Yeng Ing Tawang (Tawang suatu desa di Magetan) ciptaan Anjar Any (1935). Langgam Jawa memiliki cirri khusus pada penambahan instrument antara lain siter, kendang, saron, dan adanya bawa atau subuk berupa introduksi vocal tanpa instrument untuk membuka sebelum irama dimulai secara utuh
1.      Selo (sebagai kendangan)
2.      Kontrabass
3.      Penjaga irama dipegang oleh ukulele dan bass. Gitar dan selo mengatur peralihan akord. Biola berfungsi sebagai penuntun melodi, sekaligus hiasan/ornament. Flute mengisi hiasan, yang melayang – laying mengisi rueng melodi yang kosong.
4.      Alat musik yang dipakai dalam keroncong saat ini :
·         ukulele cuk, berdawai 3 (nilon), urutan nadanya adalah G, B, E
·         ukulele cak, berdawai 4 baja, urutannya nadanya A, D, Fis, dan B
·         jadi ketika lat musik lainnya memainkan tangga nada C, cak bermain pada tangga nada F (dikenal dengan sebutan in F)
·         gitar akustik (Ukulele dan Gitar menggatinkan Sitar)
·         biola (Menggantikan Rebab)


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Musik keroncong adalah salah satu asset seni budaya nasional yang memiliki nilai tinggi sebagai cermin perkembangan musik di Indonesia. Musik keroncong bias dikatakan sebagai musik sederhana, sopan, dan memiliki nilai filosofi tinggi (terutama dari segi syair dan perkembangannya). Musik keroncong di Indonesia masih belum populer seperti dangdut sebenarnya musik keroncong itu sendiri hampir mirip dengan dangdut karena sama-sama musik Indonesia, cuma para pelaku keroncong sendiri kurang berani memperkenalkan  atau melakukan gebrakan yang bisa mempengaruhi masyarakat. Keroncong adalah identitas bangsa indonesia kalau kalau kita bangga dan berani menjunjung budaya sendiri nggak ada yang ditakutin, justru malah yang dikatan pahlawan yang bergerak didunia seni itu justru orang-orang yang berani mempertahankan identitas bangsanya.
Saran
            Mata kuliah antropologi menjadi mata kuliah yang wajib, agar mahasiswa mengetahui tentang kebudayaan yang ada disekitar mereka.

Refrensi
  1. "Seni Muzik Keroncong", Penerbit UKM, diakses Juni 2007
  2. "SYNCRETIC SONG BASED FORMS: Keroncong", Musical Malaysia, diakses Juni 2007
  3. Masyarakat Toegoe, komunitas keturunan Portugis di pinggiran Jakarta http://www.krontjongtoegoe.com/
  4. "Ukulele History" http://www.sheetmusicdigital.com/ukulelehistory.asp
  5. "A Little history of Ukulele" http://www.geocities.com/~ukulele/history.html
  6. Sunaryo Joyopuspito, MUSIK KERONCONG: Suatu Analisis Berdasarkan Teori Musik, Bina Musik Remaja - Jakarta 2006.





LAMPIRAN

No comments:

Post a Comment